NSEAS: Ahok Tak Layak Terus Menjadi Gubernur DKI Jakarta

Ketua Dewan Pendiri Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap mengatakan, secara de jure Basuki Tjahja Purnama alias Ahok adalah pemimpin Pemprov DKI Jakarta. Sebagai pemimpin, Ahok dituntut mampu membimbing, membentuk sikap dan perilaku rakyat mendukung kegiatannya dalam memimpin DKI.

"Selama Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI, mampukah Ahok berkomunikasi dengan rakyat? Data dan fakta menunjukkan, Ahok tidak mampu," katanya dalam keterangan persnya, Sabtu (7/5).

Menurutnya, dalam berkomunikasi, tutur kata Ahok kasar, arogan dan tidak punya etika. Ahok merasa paling benar dan ingin memborong kebenaran. Dan pernyataannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Beragam penilaian kritik pun muncul antara lain dari KPAI, BKMT, KPI, Anggota DPR, Yesaya Pariadji, Seto Mulyadi, Amien Rais, Emrus Sihombing dan Ketua DPRD DKI," kata Muchtar.

Muchtar pun membeberkan data kritik yang dilemparkan dari berbagai pihak tersebut:

-KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia): Ahok menyampaikan kata-kata kotor dan kasar sangat buruk dan tidak pantas disampaikan pejabat publik. KPAI meminta Mendagri sebagai penanggungjawab teknis aparatur daerah melakukan proses penegakan hukum dan etika kepada Ahok.

-BKMT (Penilaian Badan Kontak Majelis Taklim): Sikap dan perkataan kasar Ahok bisa menyebarkan pengaruh negatif kepada masyarakat. Omongan pemimpin sekarang direkam oleh media, akhirnya setiap perkataan keluar mempengaruhi masyarakat.

-KPI (Komisi Penyiaran Indonesia):  Seharusnya pejabat publik tidak berbicara kata-kata kotor dan kasar di televisi, menggunakan frekuensi milik publik. Televisi disaksikan oleh sejumlah masyarakat dari berbagai latar belakang, juga disaksikan anak-anak dan remaja. Sebagai seorang pejabat, seharusnya Ahok menjaga perilaku dan tutur kata agar menjadi tauladan bagi masyarakat.

-Anggota DPR (Tontowi Yahya): Ahok melanggar etika sopan santun warga Indonesia, ketimuran dan dikenal beretika. "Jangan salahkan anak-anak kita ngomong ke orang tua 'lu ba****an' dan 'dasar maling lu'," ujar Tontowi.

-Anggota DPR (Wenny Warouw): Ahok menyebut audit investigasi BPK  "ngaco" menunjukkan dirinya tak punya etika.

-Yesaya Pariadji (pendeta ternama di Indonesia):  Ahok sebagai "Pemimpin Busuk" (Harian Republika, wordpress.com dan islamnkri.com, 6/1/2016). Ahok adalah orang  jauh dari kasih Tuhan Yesus. Ucapanya mencerminkan perangai kebusukan di balik orang-orang banyak. Ahok bersembunyi di balik kata-kata membela hak-hak rakyat, namun mengumbar kata-kata busuk, tidak pantas didengar oleh anak-anak Tuhan. Semestinya, Ahok tidak perlu menunjukkan ketegasan dengan sikap dan perkataan keras dan kasar.

-Seto Mulyadi (KRIMINALITAS.COM, Jakarta, 20 Maret 2015):  Perilaku Ahok kerap berbicara kasar di depan publik dinilai tidak sesuai dengan norma-norma budaya Indonesia. Budaya Indonesia mengajarkan sopan-santun dan kerendahan hati dalam menghadapi dan menyampaikan suatu permasalahan, apalagi di depan khalayak ramai. Gaya bicara Ahok cenderung kasar dan ceplas-ceplos dinilai tidak bisa dijadikan contoh baik, terutama bagi anak-anak. Apalagi anak di bawah umur belum mengerti soal dinamika terjadi di pemerintahan. Gaya bicara Ahok bisa berdampak buruk bagi perkembangan anak-anak, khususnya bagi anak-anak tinggal di Jakarta. Sifat meledak-ledak itu merupakan contoh tidak baik bagi anak-anak.

-Amien Rai (mantan Ketua MPR): Ahok sangat arogan, senang menantang berbagai pihak, bahkan terkesan meremehkan lembaga negara, termasuk BPK terkait kasus RS Sumber Waras. Ahok tidak layak menjadi seorang pemimpin lantaran sikapnya kerap "nyeleneh" dan memicu timbulnya kontoversial. Jangankan Presiden, Gubernur saja kurang pantas. Ahok tidak hanya sikapnya keras, tapi satu-satunya pemimpin merasa paling benar dan ingin memborong kebenaran menurut kacamatanya sendiri.

-Emrus Sihombing (pakar komunikasi politik): Gaya Ahok itu luar biasa, sehingga masyarakat Ibukota menganggap Ahok merupakan pemimpin transparan. Namun, hal tersebut tak cukup, apabila tidak memiliki etika. "Jangankan jadi gubernur, menjadi suami di rumah saja tak pantas," kata Emrus.

-Prasetyo Edi Marsudi (Ketua DPRD DKI Jakarta): Ahok tidak mempunyai etika baik sebagai seorang pemimpin. Karena, pernyataannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ahok kerap menuding adanya oknum anggota DPRD bermain di APBD DKI tanpa menunjukkan buktinya.

-Nelayan Muara Angke: Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli menggelar inspeksi mendadak ke Pelelangan Ikan Muara Angke, di Jakarta Utara pada 4 Mei lalu. Rizal menggelar dialog dengan kaum nelayan. Selama ini, salah satu alasan Ahok menyampaikan, reklamasi tidak akan merugikan nelayan. Di pantai utara Jakarta sudah tidak ada lagi ikan tangkap, berarti tidak ada lagi nelayan. Rizal Ramli mengklarifikasi penyampaian Ahok itu. Di hadapan ratusan nelayan hadir, Rizal bertanya: apakah benar di Pantai Utara Jakarta sudah tidak ada lagi ikan untuk ditangkap? Para nelayan kompak menjawab, "bohong". Menurut perwakilan nelayan, nelayan Pantai Utara Jakarta masih sangat aktif. Totalnya sekitar 28 ribu nelayan bila termasuk di Kepulauan Seribu. Satu keluarga nelayan rata-rata memiliki empat anggota keluarga. "Semua itu bohong Pak. Kami masih eksis. Ikannya juga masih ada. Ahok bohong," ujar nelayan.

"Kesimpulannya, Ahok tidak mampu berkomunikasi dan mebentuk sikap dan perilaku rakyat mendukung kegiatan kepemimpinan pemerintahan dan rakyat DKI Jakarta. Tutur kata Ahok kasar, arogan dan tak punya etika. Hal ini salah satu alasan, bukan satu-satunya, Ahok tak layak untuk terus menjadi Gubernur DKI," demikian Muchtar Effendi Harahap.(uni/rmol)

0 Response to "NSEAS: Ahok Tak Layak Terus Menjadi Gubernur DKI Jakarta"

Posting Komentar